Beberapa
waktu lalu, kami sesama penulis saling berbagi pengalaman di grup WA. Sebagian
dari kami ternyata pernah mengalami “kutukan penulis”. Apa itu? Jadi, itu semacam ujian di mana
penulis mengalami sendiri apa yang ditulisnya. Seringnya sih pengalaman yang
tidak menyenangkan ya, makanya disebut kutukan. Ujiannya dari siapa ? Dari Yang
Punya Hidup lah!
Bisa
diibaratkan seperti kutukan gaun Vera Wang, yang kabarnya siapapun yang menikah
memakai gaun Vera Wang pernikahannya tidak akan bertahan. Apakah terbukti ? Well, tidak semua sih, tapi sejumlah
selebriti yang menikah memakai gaun Vera akhirnya bercerai. Kebetulan.
Bagaimanapun juga, gaun Vera Wang itu cakep-cakep pakai banget!
Back to
kutukan penulis. Saya yakin juga kebetulan. Kebetulan kami penulis. Kebetulan
kami menulis. Kebetulan kami mengalami sendiri. Kebetulan kami menyadari kami
pernah menulis pengalaman itu sebelumnya. Kebetulan kami menyebutnya kutukan
penulis.
PS : Istilah “kutukan” di sini hanya penyebutan lho ya, tidak ada kaitannya dengan kepercayaan manapun.
Lalu,
apakah kami akan berhenti menulis atau hanya menulis yang baik-baik saja untuk
menghindari kutukan ? Tentu saja tidak. Sssttt.... menulis yang baik-baik saja
juga bisa kena kutukan. Misalnya, si A menulis “bersikap seperti milyuner” lalu
beberapa waktu kemudian si A menjadi milyuner betulan, bisa tidak si A bersikap
seperti yang ditulisnya ? See ?
Menjadi milyuner itu juga kutukan. Lagipula, kalau penulis fiksi bagaimana
caranya menulis yang baik-baik saja ? Ceritanya tidak asik dong ya ?
Bagaimanapun
juga, setiap pilihan profesi ada resikonya. Kalaupun tidak mau menjadi penulis
karena takut terkena kutukan, beralih profesi jualan gorengan juga beresiko
terpercik minyak panas atau kompor meledak. Alih-alih khawatir dengan kutukan
yang mungkin terjadi hanya karena kebetulan, mari kita menulis dengan hati ikhlas.
Kalau kebetulan mengalami “kutukan penulis”, anggap saja sebagai ujian sebelum
naik kelas.
PS
: Tulisan ini bagian dari #CollaborativeBlogging
Baca
punya Momaliza : Menghilangkan Trauma dalam Menulis
Baca
juga : Quality Time, Usia, Gagal Paham, Indonesia, dan Nikah Muda
Kalo aku menganggap semuanya ga ada yang kebetulan sih Mbak :D Kalo soal resiko itu bener. Semua profesi pasti punya resiko. Termasuk seorang penulis. Bisa ga dia jadi seperti apa yang ditulisnya. Duh jadi berat deh ini pembahasannya :v
ReplyDeleteKalau bukan kebetulan berarti apa ya? Takdir?
DeleteBerat sama dipikul atuuhhhh 😁
jernih, padat dan jelas, mbak.
ReplyDeletetentunya menulis yang baik artinya yang bermanfaat ya.
Aww, makasih 😊
DeleteIya, kan sebaikbaik manusia adl yg bermanfaat bagi sesama, kata guru ngaji saya.
Good or bad, saya pun terkadang ada mengalami kutukan penulis itu :D
ReplyDeleteBener kan banyak yang mengalami??
DeleteMenulis berarti bisa diartikan catatan doa y mba klo baca ulasan mba ini :) bagi saya menulis yang bermanfaat jd reminder bwt diri sendiri untuk memproyeksikan sesuai dg yg saya tulis alias komit :)
ReplyDeleteUmmm, masak iya jadi doa ya? Nggak tau juga sih, karena menurut saya itu kebetulan.
DeleteSelf reminder juga,,
Belum pernah mengalami kutukan penulis, dan semoga takkan mengalaminya.. kecuali kalau nulis sesuatu yg baik dan ternyata terjadi, malah seneng bgt :D
ReplyDeleteSemoga kita semua dijauhkan dari hal-hal buruk, amiin.
DeleteSetuju Mba, setiap profesi ada resikonya.
ReplyDeleteSebisa mungkin tindak tanduk kita bisa bermanfaat untuk lingkungan di sekitar.
Bener banget, sebisa mungkin harus memberi manfaat.
DeleteSemua kembali ke niat menulis ya Mbak :)
ReplyDeleteIya, segala sesuatu tergantung niatnya
DeleteTentunya apapun yg terjadi dlm hidup kita tdk terlepas dari skenarionya😊 jd sebelum nulis yg 'serem2'berdoa dulu supaya nggak mengalami kutukannya hihihi
ReplyDeleteBerdoa itu penting banget 😊
DeleteSaya belajar menulis hal positif. Kalaupun ada pengalaman pahit, ambil hikmahnya untuk dibagi sebagai pembelajaran bersama.
ReplyDeletehelenamantra dot com
Bagus ituuu, semua peristiwa diambil hikmahnya 😊
Deletekutukan penulis yaa, memang terkadang apa yang kita tulis bisa jadi kenyataan sih, atau bisa saja apa yang kita tulis menjadi sugesti didalam diri kita dan akhirnya jadi kenyataan? :D
ReplyDeleteTeori sugesti itu jg masuk akal. Makanya ada yang menganjurkan semua tujuan ditulis dg jelas 😉
Deletewaah aku malah baru tau ada istilah kutukan penulis hihi
ReplyDeleteRay - www.rayditaa.com
😊
DeleteJadi inget penyanyi dan lagu yang dinyanyikannya, mba..
ReplyDeleteKl lagunya sediihh melulu, kejadianlah begitu.
Jadi kesimpulannya, apa yang kita lakukan berulang-ulang...maka akan menjadi doa (yg bs jadi malah diijabah) Allah.
Jd intinya pengulangan ya? Thanks for sharing mbak 😊
Deletewah jangan nakutin saya ah mbak, aku baru belajar menilis ini hehe
ReplyDeleteWah jangan takut ah mbak
DeleteHihihi
Makanya aku banyak nulis yang bermanfaat, agar tetap dalam kebaikan sih maksudnya, hehee
ReplyDeleteIya mbak, terus nulis yang bermanfaat yaaa 😊
DeleteAmbil positifnya saja deh.
ReplyDeleteUstad yang suka menyampaikan kebenaran sering diuji sama tingkah laku anakya sendiri kok.
Tetap semangaaaaaaattt
Ambil positifnya saja deh.
ReplyDeleteUstad yang suka menyampaikan kebenaran sering diuji sama tingkah laku anakya sendiri kok.
Tetap semangaaaaaaattt
Huum, bahkan motivator jg diuji dg motivasinya sendiri kan yaaa *eh!
Deletebaru tahu ada istilah kutukan penulis, tahunya kutukan ibunya Malin Kundang doang. Piss, mba.......
ReplyDeleteWaduhhh,, jd batu dong! 😄
Deleteaku masih penasaran sama kutukan penulis. Brarti krg lebih tulisan = perkataan ya? yg dikeluarkan adl doa, hehe
ReplyDeleteYa serupa jg sih yaa,,, mungkin nggak melulu doa tp bisa jd kebetulan atau memang ujian 😊
DeleteWaduh. Gak kebayang kalau yang ditulis cerita horor. :( Kalau aku sih, percaya nggak percaya. Lebih suka menulis sesuatu yang non fiksi, atau menulis cerita yang memang pernah terjadi di kehidupanku. :)
ReplyDeleteKalau horor ngeri dong kalau jadi kenyataan 😁
DeleteMakasih udah mampir mbak annisa ae