Melanjutkan
series ini, saya mau cerita soal bagaimana saya memutuskan bercerai dan how to deal with this fuckin’ new marital
status. Disclaimer dulu ya, saya aslinya orang yang cuek banget sama
omongan orang. Saya juga rada bodo amat orang mau bilang apa. Plus lagi, saya
introvert yang jarang bersosialisasi. Jadi sebenarnya saya juga nggak tau
bagaimana omongan orang. Jadi mungkin cara saya nggak berhasil untuk semua
orang.
Baca ini dulu : Life As Divorcee #1
Tapi
ya, secuek-cueknya saya, tetep dong saya mikir panjang sebelum tiba di titik “okay, I’m done”. I mean, ini kan
pernikahan. Nggak bisa saya tiba-tiba bilang “kita udahan aja yuk, aku bosen”
secara impulsif tanpa alasan pada suatu siang yang cerah. Ups, ini beda cerita.
Kalau
mau diruntut, sebenarnya dari awal saya tahu pernikahan saya nggak akan
berhasil. That was my fault, saying “yes, I do”. Tapi kemudian saya bilang
juga pada diri sendiri, “ayo coba dulu”, lalu beberapa waktu kemudian saya
bilang lagi pada diri sendiri, “ayo coba lagi”, kemudian “ayo coba setahun
lagi”, diikuti “ayo coba dua tahun lagi”, begitu terus. Jadi saya memang
mikirnya dari lama. Saya bikin list untung
ruginya juga, ngomong-ngomong. Surprisingly,
banyakan daftar ruginya. Hahaha ...
Baca juga : Tentang Nikah Muda dan Cinta Tanpa Syarat
I was
25 waktu saya akhirnya memutuskan menyerah. Masih muda kan ya ? Dan saya sebel
dong, disama-samain sama penyanyi dangdut yang itu. Cakepan saya kemana-mana.
Tapi femesan dia kemana-mana. I mean,
well, status divorcee itu ganggu
banget memang. Komentar miring, simpati palsu, tatapan merendahkan, bla bla bla.
Banyak sih, tapi kalau saya tulis nanti jadi kesannya saya playing victim.
Belum
lagi nanti kalau Uprin sudah masuk SD, mungkin banget dia jadi sasaran bully teman-temannya. Dibully karena orang tuanya hanya satu.
Biasa banget kan ? Saya dulu juga gitu kok. Nyatanya saya masih hidup, masih
cantik juga. Tapi saya nggak mau mikirin soal ini sampai .... well, dua tahun lagi.
Baca : Bullies, Sebenarnya Saya Berempati Pada Kalian
Bagaimanapun
juga, semua daftar kerugian bercerai itu kalah dari satu hal yang ada di daftar
untungnya : mendapatkan hidup saya lagi.
Hanya
itu kok yang saya dapatkan dari status divorcee.
Dan buat saya, itu sudah lebih dari cukup. Saya nggak perlu lagi berpura-pura
bahagia, nggak perlu melakukan hal-hal yang nggak saya sukai, nggak perlu
berdebat soal hal-hal prinsipil, nggak perlu berhenti bermimpi, nggak perlu
berhenti menulis, nggak perlu bersikap seperti orang lain, hingga hal paling
kecil, nggak perlu berhenti membaca novel-novel yang saya suka.
Baca : Akhirnya Saya Baca Antologi Rasa (Lagi)
Terdengar
egois ? Memang, saya se-selfish itu.
Makanya saya nggak peduli pendapat orang lain juga. Saya juga nggak malu kalau
ketemu teman-teman. Ya kalau malu nggak bakalan dong, saya bikin series ini di
sini.
Flash forward,
saya menemukan diri saya jauh lebih bahagia dengan status divorcee seperti
sekarang. Saya nggak akan bilang everything’s
gonna be okay atau segalanya akan indah pada akhirnya atau sebangsanya. Saya
nggak percaya ada akhir bahagia. Hidup ya hidup aja, kerjakan apapun sambil
menunggu mati. Jadi melenceng.
Intinya
sih ya, saya bukannya ngomporin semua perempuan untuk menjadi divorcee aja karena menjadi single itu
sungguh menyenangkan. Bukan juga saya mau bilang kalau marriage is suck. Toh nyatanya masih banyak orang-orang menikah dan
awet seumur hidup. Tapi, please,
sebelum mengambil keputusan apapun, selalu pikirkan matang-matang. Kaidahnya
adalah : kalau ragu, tinggalkan.
Oiya,
should I write chapter 3 ? Cerita
bagian mana ? Eh, kalau kalian punya cerita pribadi atau pendapat lain, saya
akan seneng banget loh dengerin. Feel
free to share ya !
Kiss
kiss
Virly, semangattt. Boleh lanjutin chapter 3??
ReplyDeleteTentang gimana membesarkan uprin as a single parent, apakah mantan suamimu tetap ikut andil ngurusin uprin?
Lia, ^^
Moreeeee!
ReplyDeleteHello...
ReplyDeleteMak vir...semangat semangat...gak usah denger apa kata org lain, yg tau baik buruknya hny kita sendiri..semangat...ditunggu chapter 3nya...
In the end, you live for yourself, not for others. Kalo blm bs bahagiain diri sendiri, mana bisa bahagiain orang lain. Menurutmu sendiri gk ad yg salah dengan divorce (ato krn aku masih muda?). Orang bisa buat salah, dan pernikahan juga bisa jadi kesalahan. Kalo misalnya gi bs dgn pernikahan itu, ya emg lbh bagus cerai. Dr pada akhirnya saling menyakiti #marysokbijak
ReplyDeletewww.maryangline.com
Awal mula main ke sini karena lihat story Mbak Virly. Kemudian ngepoin series ini. Salut deh sama Mbak.
ReplyDeleteSaya sebetulnya kubu netral kalo ngomongin hal hal nggak enak, contohnya cerai. Justru alesan kenapa saya nggak suka dengan teman teman yang baru nikah dan terlalu ngumbar status kebahagiaan di sosmed, karena kalo misal skenario terburuk terjadi, terus mau gimana? Apusin foto satu satu? Ini yang bikin saya mikir berulang kali sebelum memutuskan menikah.
Saya masih menikmati hidup sebagai single, dan gak mau pusing denger orang2 nyinyirin nanya kapan nikah. It bukan babak final kehidupan. Tapi bukan berarti saya bilang nikah is so lame. Ada banyak pasangan yang awet bertahun tahun, sampe jadi kakek nenek. Jadi ya, di tahun 2017 ini harusnya pikiran itu dimodernisasi sih, karena status apapun yang kita punya itu adalah pilihan kita sendiri. Enjoy dan bangga aja.
Quotes of the day "kalau ragu, tinggalkan."
ReplyDeleteHeyyyyyjudeeeee.wordpress.com