When I’m Thinking About Death and The Day After Tomorrow

3 comments
dementor
gambar diambil dari sini

Malam hari sebelum tidur itu buat saya adalah waktu yang menyeramkan. Pada jeda waktu antara Uprin mulai tidur dan mata saya masih kelip-kelip itulah otak saya berkelana kemana-mana. Seringkali saya memikirkan tentang hidup dan takdir. Kadang ketika saya masih berpikir sedangkan televisi sudah mati, di tengah suasana malam yang sunyi itu terdengar ayam berkokok, atau jangkrik mengerik, atau kambing tetangga mengembik bersahut-sahutan. Serem ‘kan malam-malam ayam berkokok ? Itu belum seberapa.
Kadang-kadang ada juga suara burung koak-koak. Malah pernah sekali waktu saya dengar suara anjing yang seperti suara serigala mengaum. Suaranya jelas dan nyaring sekali, rasanya seperti ada serigala berkeliaran di luar rumah di balik tembok kamar saya. Serem pokoknya.

Menurut mitos, kalau ada serigala mengaum berarti ada hantu lewat. Kalau ada burung gagak koak-koak tandanya akan ada yang meninggal. Kalau ayam berkokok bersahutan dengan kambing mengembik itu pertanda buruk. Apakah saya percaya mitos ? Saya maunya sih tidak percaya. Secara, hantu kan tidak ada. Kalau makhluk halus ada. Sementara umur seseorang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta, malaikat yang mencabut nyawa seseorang, bukan burung gagak. Meskipun begitu, kalau mendengar serigala dan burung gagak mau tidak mau saya merinding juga. Biasanya (biasanya lho ya, kadang iya kadang juga tidak, tapi seringan iya-nya), kalau malamnya ada burung gagak, besok Subuh ada siaran dukacita di masjid.

Mendengar siaran dukacita, otomatis saya langsung membayangkan adegan sedih yang terjadi di rumah duka. Bagaimana keluarga yang ditinggalkan menangis. Bagaimana teman-teman mengenangnya. Kemudian menandai berakhirnya sebuah kehidupan, baju-baju bagus digantikan lembaran kafan putih, rumah yang nyaman digantikan lubang sempit di tanah, teman-teman mengantar sampai kuburan. Semua urusan dunia, pencapaian, mimpi, dan cita-cita tidak berarti lagi.

Beberapa hari yang lalu tetangga depan rumah saya meninggal. Seminggu sebelumnya saya masih melihat beliau menyapu di halaman rumahnya, lalu saya mendengar kabar beliau demam yang tidak kunjung membaik hingga akhirnya Izrail menjemputnya. Beberapa waktu lalu saya mendengar cerita, seorang buruh pabrik meninggal terlindas truk. Pagi harinya ia masih sehat dan segar bugar, kemudian Izrail menjemput beberapa saat kemudian. Masih banyak lagi cerita lain yang menunjukkan bahwa kematian sesungguhnya sangat dekat dengan kita.

Saya sering sekali berpikir bagaimana rasanya mati, bagaimana rasanya didatangi Izrail. Apakah seperti didatangi Dementor yang mengisap habis seluruh kebahagiaan hingga menyisakan kegelapan ? Apakah akan terasa sakit ? Ketika arwah sudah lepas apakah masih bisa melihat keluarga yang ditinggalkan, atau arwah langsung dibawa pergi ke alam selanjutnya ? Ketika jasad sudah dikubur, apakah masih bisa merasakan takut karena gelap ? Lalu ketika arwah ditanyai oleh Munkar dan Nakir, apakah bisa menjawab dengan tepat ? Jika tidak bisa menjawab dengan tepat lalu disiksa, apakah rasanya sakit, seberapa parah sakitnya ? Akan berapa lama di alam kubur, benarkah sampai hari kiamat, kapan kiamat terjadi, akankah lama sekali ?

Konon katanya orang yang akan mati memiliki firasat tertentu sejak empat puluh hari sebelumnya. orang-orang bilang, orang yang akan mati menjadi lebih sensitif, lebih peka, mengatakan hal-hal yang mengisyaratkan berpamitan, minta maaf, dan lain sebagainya. Apakah benar ? Jadi, kalau saya akan mati, sejak empat puluh hari sebelumnya apakah saya sudah tahu Izrail sedang mengintai saya, sehingga kemudian perilaku saya jadi berubah ?

Segala hal tentang kematian ini seperti sebuah sumur yang dalam dan gelap saja, yang tidak diketahui dasarnya sampai terjun ke dalamnya. Begitu terjun, tidak ada jalan kembali. Orang-orang yang sudah mati tidak bisa kembali untuk menceritakan pengalaman kematiannya kepada yang masih hidup.

Di atas itu semua, ada lagi satu misteri yang sering saya pikirkan. Mengenai akhirat, surga dan neraka, kehidupan setelah ini. Bagaimana kita menerima rapor perbuatan kita, menyeberang jembatan shirot-al-mustaqim yang konon lebarnya sepertujuh helai rambut ? Lalu bagaimana bentuk surga yang telah dijanjikan Tuhan, apakah benar akan abadi di surga sana, abadi sampai kapan, akankah tidak ada rasa bosan di surga nanti ? Lalu bagaimana dengan neraka, seberapa mengerikan tempat itu nantinya, berapa lama seseorang akan dibakar hingga dosanya habis lalu diampuni, bagaimana kalau tidak ada pengampunan sama sekali ?


Well, semakin dipikirkan masalah kematian dan akhirat ini membuat saya semakin merinding saja. Mungkin memang tidak seharusnya dipikirkan. Yang penting selalu mengingat mati, supaya tidak melakukan hal yang sia-sia selama hidup. Bagaimanapun juga, hidup di dunia ini hanya sebentar. Jadi sudah seharusnya mempersiapkan akhirat sedini mungkin. Mumpung sekarang bulan Ramadhan, mari kita bersiap-siap untuk akhirat yang lebih baik.

3 comments

  1. Jodoh, Rejeki, Kematian nggak ada yang tahu šŸ˜¢
    Postingan ini bagus sekali mba šŸ‘ŒšŸ»

    ReplyDelete
  2. ingat kematian rasanya ga mau kemana2..di rumah aja..ibadah sepanjang hari..tp ga mungkin krn harus kerja..harus interaksi dgn banyak orang..nah di situ kadang teselip dosa dari ucapan, perbuatan maupun tindakan. semoga masih bisa diberikan kesempatan tuk terus perbanyak amalan..amiin

    ReplyDelete

Halo, terimakasih sudah mampir di JurnalSaya. Satu komentar Anda sangat berarti bagi saya.
Semua komentar dimoderasi ya. Komentar yang berisi pesan pribadi akan saya anggap spam.
Oiya, tolong jangan tinggalkan link hidup di badan komentar. Kisskiss