Waktu
masih SD, saya pengin buru-buru masuk SMP. Setelah berseragam biru-putih, saya
ingin cepat-cepat memakai seragam putih-abu-abu. Saya ingat dulu (waktu masih
SMP) menganggap murid SMA itu keren, sudah gede, seperti di TV-TV dan seperti
di cerita-cerita novel (waktu itu bacaan saya teenlit). Hingga kemudian saya
jadi murid SMA, ternyata rasanya
biasa
saja. Padahal awal masuk saya antusias sekali. Sekolah saya lumayan, teman-teman
saya baik, nilai saya bagus. Tapi ya, hanya itu. Menjadi anak SMA tidak sekeren
yang saya kira.
Lalu
saatnya masuk kuliah, yang kata orang merupakan “gerbang menuju hidup
sesungguhnya”. “It would be nice”,
pikir saya waktu itu. Tidak ada yang istimewa juga. The best thing yang saya dapat dari fase kuliah adalah bestie, best girl I could ask for.
Bukan teman yang sekedar haha hihi atau touring
kemana-mana, tapi teman yang tahu jatuh bangun saya dan tetap stay with me even when I was wrong.
Saya
25 sekarang. 25 isn’t just a number, it’s an age.
Taylor Swift sudah punya 5 album saat berusia 25. Emma Watson sudah lulus dari Brown
University di usia 25 tahun, sudah menjadi aktivis pendidikan perempuan juga. Kristen Stewart jadi ambassador Chanel sebelum berusia 25.
Dian Pelangi sudah menjadi desainer papan atas di usia 25. Lah saya ? Nobody. Saat yang lain sudah menapaki
tangga menuju impian mereka, saya masih mencari cara mewujudkan mimpi saya yang
tertunda sekaligus merakit mimpi-mimpi baru yang lebih realistis.
25
isn’t just a number. It’s a sign. Tanda usia mulai tua. Tanda
beban hidup bertambah berat. Tanda fine
lines start showing. Kalau dulu saya ingin cepat-cepat dewasa, sekarang
saya takut menjadi tua. Setiap kali melihat cermin, saya melihat kerutan di
sekitar mata saya mulai terlihat, kerutan di garis senyum makin kentara.
Rasanya seperti mendengar cermin di depan saya tertawa mengejek, “ih sudah tua
ya? Sudah jadi apa ?”. Kalau sudah begitu, yang ada di otak saya hanya tiga.
Pertama,
saya ingin bertemu Doraemon untuk meminjam mesin waktunya. Saya ingin kembali
ke masa muda saya dulu, tidak masalah masa muda saya biasa saja. When I was
young, masalah-masalah saya sepele, solusinya efisien. Besok pagi ada ujian,
malamnya buat contekan belajar. Pegal waktu upacara, pura pura
pingsan jongkok sebentar. Dilabrak anak kelas sebelah, labrak balik
minta maaf baik-baik. As simple as that. Tapi Doraemon hanya tokoh fiksi.
Kedua,
terbang ke Forks mencari Edward Cullen untuk minta digigit supaya menjadi
vampir. Kalau saya vampir, saya akan muda selamanya. Saya tidak perlu takut
wajah saya menjadi keriput. Saya jadi punya waktu selamanya untuk mewujudkan
semua impian saya. Kalau saya vampir, saya akan terlihat cantik. Di dunia ini,
menjadi cantik berarti membuka semua pintu. Semua kesempatan terbuka untuk mengejar
cita-cita. Sayangnya, Edward Cullen sudah tamat.
Ketiga,
saya berharap dapat menghentikan waktu.
Mustahil,
I know. Setiap detik waktu berjalan,
tanpa hari libur. Berapapun usia kita, masalah selalu datang. Alih-alih bersedih
karena bertambah tua, we should menua dengan tenang. Bagaimanapun juga, mau atau tidak, setiap kita akan bertambah
usia.
Merasa
insecure ketika menyadari usia tidak
lagi muda sementara banyak impian belum terlaksana itu wajar. Sewajar tersenyum
ketika tidak sengaja teringat saat-saat menyenangkan di masa lalu. Lalu
menyadari bahwa the past is in the past,
bagus diceritakan namun tidak ada gunanya diingat-ingat.
Berapapun
usia kita, bersyukurlah kita masih diberi perpanjangan usia.
7
tahun, bermainlah sepuasnya.
13
tahun, tekuni minat sedalam-dalamnya.
15
tahun, mulai gunakan basic skincare.
18
tahun, have fun with your friends.
22
tahun, pergilah ke tempat-tempat baru.
25
tahun, kumpulkan banyak uang.
30
tahun, rayakan hidup.
40
tahun, 50 tahun, 60 tahun, perbanyak doa. Wenever know exactly when Izrail will come.
PS
: Tulisan ini juga bagian dari #CollaborativeBlogging. Baca juga postingan
kolaborasi saya pada tema Gagal Paham, Indonesia, dan Nikah Muda.
22 tahun, saya nikaaaah :D Ke tempat barunya Alhamdulillah sama suami hihi. Jangan jadi Vampirlah Mbak, lebih enak jadi manusia. Banyak temennya, banyak enaknya, banyak juga suka dukanya :v
ReplyDeleteHahaha,, banyakan dukanya deh 😄
Deleteaduh aduh. yang muda-muda tulisannya lucu-lucu.
ReplyDelete25, saya baru nganggur di rumah cari kerja. hehe...
ah, kita memang suka buang waktu ya. semoga keturunan kita ga seperti itu kelak.
Mumpung masih bisa lucu mbak. Hihihi...
DeleteAmiin.
Huhuhu...aku tertarik dengan judulnya.
ReplyDeleteEhm..lihat masa lalu dan aku merasa tidak memanfaatkan waktu dengan baik.
Yes, judulnya menarik! 😆
DeleteSangat menghibur mbak..manfaatkan masa muda sebaik2 nya y
ReplyDeleteBener, masa muda cuma sekali
DeleteNow I'm 25. Mencoba membuat setiap detik di hidup saya jadi lebih produktif. Di usia 25 tahun ini, saya pengen nanti anak saya kukasih tahu bahwa emaknya dulu pernah nakal dan rebel, tapi bertanggung jawab sama hidupnya ^^
ReplyDeleteRebel is good, with responsibility 😊
DeleteKita hanya perlu belajar dari masa lalu, tanpa harus menyesali. Meski bukan apa-apa, buatlah berharga hidup kita untuk kita sendiri.
ReplyDeleteHuah seru tulisannya....salam kenal ya, gie sekarang udah 27 dan sepertinya sudah lewat dhuhur klo diibaratkan dengan hari. Suka banget kata-kata menua dengan tenang :)
ReplyDelete