Ada
yang berencana cerai dalam waktu dekat ini? Enggak. Saya enggak nyuruh kalian
cerai kok. Saya nanya doang. Soalnya beberapa kali saya dapat pertanyaan gimana
caranya cerai, prosedur legalnya gimana, mahal banget apa enggak, seberapa
lama, dan lain-lain. Jadi, saya ceritain aja di sini gimana prosedur ngurus
perceraian. Tentu saja sesuai pengalaman saya kemarin.
PS
: Setiap kasus bisa berbeda prosedur ngurusnya, tergantung tuntutan, kerumitan
masalah, dan sikap pasangan beserta keluarga besarnya. Kenapa keluarga besar
pasangan juga ada andil? Ya namanya juga pernikahan dan perceraian pasangan
Indonesia.
Anyway,
ini saya ceritanya pasangan muslim ya. Nikahnya di KUA, cerai di Pengadilan
Agama.
Preparation
Saya
enggak akan menulis nasihat macam-macam. Kalau kalian sudah baca artikel ini
asumsi saya : 1. Kalian sudah melalui berbagai macam refleksi dan perenungan
hingga akhirnya sampai pada keputusan bulat bercerai dengan pasangan; atau 2.
Kalian enggak sedang mau bercerai, baca ini cuma penasaran.
Kalau
masih bimbang antara cerai atau enggak, baca series Life As Divorcee
episode-episode sebelumnya.
Baca : Before You Decide To Divorce
Jadi,
yang perlu disiapkan itu surat-surat : fotokopi KTP kalian dan pasangan,
fotokopi KK kalian berdua, buku nikah, dan surat gugatan. Saya sudah lupa
berapa lembar masing-masingnya. Bikin surat gugatannya gimana? Kalian bisa browsing kok. Atau konsultasi sama expert.
Saya
dulu tanya-tanya dulu sama petugas PA yang kebetulan saya tahu. Terus saya
bikin sendiri surat gugatannya. Udah ada template-nya,
tinggal ngedit yang perlu diedit. Isi pokoknya sih identitas (identitas saya,
mantan suami, dan anak), tuntutan, dan alasan bercerai. Surat gugatan ini
bentuknya narasi. Enggak harus ditulis macam cerpen yang penting kronologinya
jelas, ada waktu dan tanggal pasti di tiap peristiwa.
Proses di Pengadilan Agama
Totalnya
saya datang ke Pengadilan Agama kabupaten 4 kali. Pertama untuk daftar tapi
keburu tutup (jam buka pendaftaran cuma sampai jam 2 siang ternyata). Kedua,
beneran jadi daftar sekaligus bayar biaya perkara (saya bayar Rp. 500.000,- via
BRI). Ketiga, saya datang untuk sidang (ini saya datang dari pagi sampai sekitar
jam 2 siang. Ngantri, Sis). Dan keempat, ke Pengadilan Agama lagi untuk ambil
akta cerai.
Mari
kita breakdown satu per satu.
Saat
pertama ke Pengadilan Agama, pastikan berkas lengkap. Kalau enggak lengkap
nanti ribet disuruh bolak-balik. Termasuk berapa lembar fotokopi KTP yang
dibutuhkan. Sebaiknya sih kalian tanya dulu ke petugas Pengadilan Agama
setempat.
Setelah
mendaftar, saya diberi slip setoran biaya perkara yang bayarnya harus ke BRI.
Rada malesin sih harus setor tunai enggak bisa i-banking. Duh ah, hari gini
enggak bisa cashless aja gitu?
Oh,
sebelum diberi slip setoran tunai, saya harus mendapat stempel cap pos untuk
surat gugatan saya. Dapet stempelnya di mana? Di kantor pos, Sis. Jalan kaki
dikit lah. Untung kantor pos dan PA deketan. Jadi alurnya: PA-Kantor
Pos-PA-BRI-PA. Makanya datang pagi ya.
Nah,
dari BRI, pendaftaran gugatan saya diproses. Tunggu bentar lah di ruang tunggu.
Well, agak lama sih. Kalau enggak
sabar bisa ditinggal pulang lalu datang lagi esok hari.
Setelah
diproses, saya diberi jadwal sidang yang ternyata jadwalnya lima bulan
kemudian. Sembari nunggu jadwal sidang, liburan dulu. Pas waktunya sidang saya
sampai lupa pernah daftar gugat cerai. Hahaha.
FYI,
saya enggak pakai jasa lawyer. Hemat,
Sis. Lagian, saya enggak pakai tuntutan apa-apa jadi mubadzir aja nyewa lawyer. Kalau tuntutan kalian banyak
atau kalian males ngurus sendiri yaudah nyewa jasa lawyer aja.
Sidang 5 Menit
Beneran
5 menit kok sidang saya. Tapi saya datang ke PA pagi dan selesai menjelang
Ashar. Ngantrinya lama banget. Ini PA kabupaten kecil loh padahal, di kampung
pula. Dan pasangan yang bercerai sebanyak ini. Saya enggak kebayang kalau di PA
kota besar. Pasti pasangan yang bercerai lebih banyak lagi.
Oh
iya, pas sidang saya sekalian bawa 2 orang saksi laki-laki. Sebenarnya petugas
PA pernah bilang saksi boleh laki-laki atau perempuan. Tapi saya ingat di
pelajaran Fiqih, 1 laki-laki itu nilainya ekuivalen dengan 2 perempuan dalam
memberi kesaksian. Patriarki sekali memang. Saksi saya tetangga depan rumah dan
papa sendiri sih, enggak perlu bawa bupati atau Ridwan Kamil. Tapi kalau kalian
maunya Jokowi yang jadi saksi ya silakan. *krik
Di
ruangan sidang, saya dan saksi ditanya beberapa hal oleh hakim. Tinggal dijawab
jujur, enggak usah grogi. Lalu beres. Hakim mengetok palu dan saya punya status
baru.
Biasanya
saya dapat pertanyaan sejenis : “kok bisa gampang banget gitu, nyogok ya?”
Hahaha. Enggak lah. Sayang duitnya buat nyogok. Sidang cerai saya cepet beres
karena :
Satu,
saya enggak nuntut apa-apa. Di surat gugatan, saya cuma mau cerai, titik. Saya enggak
menuntut tunjangan, hak asuh, atau harta gono-gini. Kalau bisa sih saya pengen
nuntut 5 tahun waktu yang saya investasikan di pernikahan kemarin dikembalikan.
Tapi kan enggak bisa. Dan pernikahan kemarin juga keputusan saya sendiri, masa’
saya nyalahin orang.
Baca : Kalau Pasangan Abusif
Tadinya
saya juga pengen banget nuntut masalah domestic
violence. Tapi kebayang ribetnya ngumpulin bukti dan saksi. Dan harus bawa
pengacara juga kan. Lantas kalau saya menang lalu apa? Saya dapet hadiah
liburan ke Norwegia, gitu? Enggak juga. Jadi ya udahlah enggak usah diperumit.
Sementara
masalah hak asuh, karena waktu itu anak saya masih 2 tahun, hak asuh otomatis
jatuh ke tangan saya. Tunjangan anak? Bodo amat. Sebagai feminis, saya ogah
nerima uang dari laki-laki yang bukan bapak atau atasan saya.
Dua,
mantan suami saya enggak datang saat sidang. Percayalah, faktor nomer dua ini
menjadi penentu betapa sederhananya sidang cerai saya. Kalau pasangan kalian
datang ke sidang, nanti disuruh mediasi dulu, ada saling menyanggah atau adu
argumen antara kalian dan pasangan. Tapi kalau pasangan enggak datang, otomatis
hakim mengabulkan permintaan kalian sebagai penggugat.
Ambil Akta Cerai
Berbeda
dengan buku nikah yang langsung diberikan begitu selesai akad. Akta cerai baru
bisa diambil sekitar 3 bulan-an setelah keputusan sidang. Sesuai masa ‘iddah
lah. Enggak apa-apa lah nunggu. Toh selama masa ‘iddah itu kalian para
perempuan enggak boleh kelayapan kan.
Baca : Jangan Nikah Sama Orang-orang Ini
Semoga
kalian enggak perlu praktik artikel ini ya! Eh, enggak apa-apa juga sih. Bercerai
enggak seburuk itu kok. Kalau ada pertanyaan atau mau share cerita boleh banget
tulis di komen. Pakai anonim enggak apa-apa. Kalau sungkan banget, email aja
atau DM. Kita hidup untuk saling berbagi ‘kan?
Kiss
kiss
Dulu mama ku juga ngurus sendiri mbak, katanya mudah kalau kita taat peraturan. Heheee,. Sampai aku sendiri enggak nyangka sebegitu cepatnya :')
ReplyDelete