LIFE AS DIVORCEE #7 : CERAI ITU GAMPANG

1 comment


Ada yang berencana cerai dalam waktu dekat ini? Enggak. Saya enggak nyuruh kalian cerai kok. Saya nanya doang. Soalnya beberapa kali saya dapat pertanyaan gimana caranya cerai, prosedur legalnya gimana, mahal banget apa enggak, seberapa lama, dan lain-lain. Jadi, saya ceritain aja di sini gimana prosedur ngurus perceraian. Tentu saja sesuai pengalaman saya kemarin.


PS : Setiap kasus bisa berbeda prosedur ngurusnya, tergantung tuntutan, kerumitan masalah, dan sikap pasangan beserta keluarga besarnya. Kenapa keluarga besar pasangan juga ada andil? Ya namanya juga pernikahan dan perceraian pasangan Indonesia.

Anyway, ini saya ceritanya pasangan muslim ya. Nikahnya di KUA, cerai di Pengadilan Agama.

Preparation

Saya enggak akan menulis nasihat macam-macam. Kalau kalian sudah baca artikel ini asumsi saya : 1. Kalian sudah melalui berbagai macam refleksi dan perenungan hingga akhirnya sampai pada keputusan bulat bercerai dengan pasangan; atau 2. Kalian enggak sedang mau bercerai, baca ini cuma penasaran.

Kalau masih bimbang antara cerai atau enggak, baca series Life As Divorcee episode-episode sebelumnya.
Baca : Before You Decide To Divorce
Jadi, yang perlu disiapkan itu surat-surat : fotokopi KTP kalian dan pasangan, fotokopi KK kalian berdua, buku nikah, dan surat gugatan. Saya sudah lupa berapa lembar masing-masingnya. Bikin surat gugatannya gimana? Kalian bisa browsing kok. Atau konsultasi sama expert.

Saya dulu tanya-tanya dulu sama petugas PA yang kebetulan saya tahu. Terus saya bikin sendiri surat gugatannya. Udah ada template-nya, tinggal ngedit yang perlu diedit. Isi pokoknya sih identitas (identitas saya, mantan suami, dan anak), tuntutan, dan alasan bercerai. Surat gugatan ini bentuknya narasi. Enggak harus ditulis macam cerpen yang penting kronologinya jelas, ada waktu dan tanggal pasti di tiap peristiwa.

Proses di Pengadilan Agama

Totalnya saya datang ke Pengadilan Agama kabupaten 4 kali. Pertama untuk daftar tapi keburu tutup (jam buka pendaftaran cuma sampai jam 2 siang ternyata). Kedua, beneran jadi daftar sekaligus bayar biaya perkara (saya bayar Rp. 500.000,- via BRI). Ketiga, saya datang untuk sidang (ini saya datang dari pagi sampai sekitar jam 2 siang. Ngantri, Sis). Dan keempat, ke Pengadilan Agama lagi untuk ambil akta cerai.

Mari kita breakdown satu per satu.

Saat pertama ke Pengadilan Agama, pastikan berkas lengkap. Kalau enggak lengkap nanti ribet disuruh bolak-balik. Termasuk berapa lembar fotokopi KTP yang dibutuhkan. Sebaiknya sih kalian tanya dulu ke petugas Pengadilan Agama setempat.

Setelah mendaftar, saya diberi slip setoran biaya perkara yang bayarnya harus ke BRI. Rada malesin sih harus setor tunai enggak bisa i-banking. Duh ah, hari gini enggak bisa cashless aja gitu?

Oh, sebelum diberi slip setoran tunai, saya harus mendapat stempel cap pos untuk surat gugatan saya. Dapet stempelnya di mana? Di kantor pos, Sis. Jalan kaki dikit lah. Untung kantor pos dan PA deketan. Jadi alurnya: PA-Kantor Pos-PA-BRI-PA. Makanya datang pagi ya.

Nah, dari BRI, pendaftaran gugatan saya diproses. Tunggu bentar lah di ruang tunggu. Well, agak lama sih. Kalau enggak sabar bisa ditinggal pulang lalu datang lagi esok hari.
Setelah diproses, saya diberi jadwal sidang yang ternyata jadwalnya lima bulan kemudian. Sembari nunggu jadwal sidang, liburan dulu. Pas waktunya sidang saya sampai lupa pernah daftar gugat cerai. Hahaha.

FYI, saya enggak pakai jasa lawyer. Hemat, Sis. Lagian, saya enggak pakai tuntutan apa-apa jadi mubadzir aja nyewa lawyer. Kalau tuntutan kalian banyak atau kalian males ngurus sendiri yaudah nyewa jasa lawyer aja.

Sidang 5 Menit

Beneran 5 menit kok sidang saya. Tapi saya datang ke PA pagi dan selesai menjelang Ashar. Ngantrinya lama banget. Ini PA kabupaten kecil loh padahal, di kampung pula. Dan pasangan yang bercerai sebanyak ini. Saya enggak kebayang kalau di PA kota besar. Pasti pasangan yang bercerai lebih banyak lagi.

Oh iya, pas sidang saya sekalian bawa 2 orang saksi laki-laki. Sebenarnya petugas PA pernah bilang saksi boleh laki-laki atau perempuan. Tapi saya ingat di pelajaran Fiqih, 1 laki-laki itu nilainya ekuivalen dengan 2 perempuan dalam memberi kesaksian. Patriarki sekali memang. Saksi saya tetangga depan rumah dan papa sendiri sih, enggak perlu bawa bupati atau Ridwan Kamil. Tapi kalau kalian maunya Jokowi yang jadi saksi ya silakan. *krik

Di ruangan sidang, saya dan saksi ditanya beberapa hal oleh hakim. Tinggal dijawab jujur, enggak usah grogi. Lalu beres. Hakim mengetok palu dan saya punya status baru.
Biasanya saya dapat pertanyaan sejenis : “kok bisa gampang banget gitu, nyogok ya?” Hahaha. Enggak lah. Sayang duitnya buat nyogok. Sidang cerai saya cepet beres karena :

Satu, saya enggak nuntut apa-apa. Di surat gugatan, saya cuma mau cerai, titik. Saya enggak menuntut tunjangan, hak asuh, atau harta gono-gini. Kalau bisa sih saya pengen nuntut 5 tahun waktu yang saya investasikan di pernikahan kemarin dikembalikan. Tapi kan enggak bisa. Dan pernikahan kemarin juga keputusan saya sendiri, masa’ saya nyalahin orang.
Baca : Kalau Pasangan Abusif
Tadinya saya juga pengen banget nuntut masalah domestic violence. Tapi kebayang ribetnya ngumpulin bukti dan saksi. Dan harus bawa pengacara juga kan. Lantas kalau saya menang lalu apa? Saya dapet hadiah liburan ke Norwegia, gitu? Enggak juga. Jadi ya udahlah enggak usah diperumit.

Sementara masalah hak asuh, karena waktu itu anak saya masih 2 tahun, hak asuh otomatis jatuh ke tangan saya. Tunjangan anak? Bodo amat. Sebagai feminis, saya ogah nerima uang dari laki-laki yang bukan bapak atau atasan saya.

Dua, mantan suami saya enggak datang saat sidang. Percayalah, faktor nomer dua ini menjadi penentu betapa sederhananya sidang cerai saya. Kalau pasangan kalian datang ke sidang, nanti disuruh mediasi dulu, ada saling menyanggah atau adu argumen antara kalian dan pasangan. Tapi kalau pasangan enggak datang, otomatis hakim mengabulkan permintaan kalian sebagai penggugat.

Ambil Akta Cerai

Berbeda dengan buku nikah yang langsung diberikan begitu selesai akad. Akta cerai baru bisa diambil sekitar 3 bulan-an setelah keputusan sidang. Sesuai masa ‘iddah lah. Enggak apa-apa lah nunggu. Toh selama masa ‘iddah itu kalian para perempuan enggak boleh kelayapan kan.
Baca : Jangan Nikah Sama Orang-orang Ini
Semoga kalian enggak perlu praktik artikel ini ya! Eh, enggak apa-apa juga sih. Bercerai enggak seburuk itu kok. Kalau ada pertanyaan atau mau share cerita boleh banget tulis di komen. Pakai anonim enggak apa-apa. Kalau sungkan banget, email aja atau DM. Kita hidup untuk saling berbagi ‘kan?

Kiss kiss

1 comment

  1. Dulu mama ku juga ngurus sendiri mbak, katanya mudah kalau kita taat peraturan. Heheee,. Sampai aku sendiri enggak nyangka sebegitu cepatnya :')

    ReplyDelete

Halo, terimakasih sudah mampir di JurnalSaya. Satu komentar Anda sangat berarti bagi saya.
Semua komentar dimoderasi ya. Komentar yang berisi pesan pribadi akan saya anggap spam.
Oiya, tolong jangan tinggalkan link hidup di badan komentar. Kisskiss