Belakangan saya sering sekali dengar/baca kosa kata situationship entah di Twitter maupun Instagram. Istilah situationship merujuk pada hubungan romantis non official yang sebetulnya nggak jauh beda dengan relationship tradisional. Kita saling suka, saling memberi kenyamanan, saling tanya kabar, kadang-kadang video call, cuddling, berciuman, kirim video kucing, berbagi foto NSFW, tukeran akun aplikasi streaming film, staycation bareng, dan mungkin yang lainnya juga. Kamu melakukan hampir semua yang dilakukan pasangan official, kecuali memanggil mereka dengan sebutan pacar. Dan memajang foto mereka di media sosial.
Oh!
Dan membawa mereka ke acara-acara resmi. Dan dikenalkan pada keseharian mereka.
Dan menjadi seseorang yang mereka banggakan di depan umum. Dan membicarakan
masa depan.
Singkatnya, situationship itu pacaran nggak resmi.
Apa
bedanya dengan friends with benefit? FWB kesepakatannya jelas, kalian berteman
tapi sesekali having sex, biasanya tanpa menginap. Nggak ada perasaan terlibat,
ada batasan jelas misalnya nggak boleh saling cemburu. Sedangkan pada situationship,
perasaan terlibat, batasan mengabur, having sex terasa seperti making love, perhatian
yang diberikan masing-masing terasa tulus.
Kalau
kamu ngikutin series Life as Divorcee dari episode sebelum-sebelumnya,
situationship agak mirip seperti punya partner date tanpa komitmen. Saya
menganalogikannya seperti ngekos, alih-alih mencari rumah permanen.
Situationship ya begitu. Mencari kenyamanan, namun tanpa komitmen. Hassle-free.
Baca: Life as Divorcee #6; Dating
Saya
bisa mengerti kenapa situationship jadi populer belakangan ini. Hidup kita, anak-anak
muda sekarang sudah sarat tekanan; kerjaan yang bikin burnout tapi underpaid, keriuhan
financial planning yang bikin cemas karena entah gimana caranya ngumpulin 30
tahun dana pensiun hanya dalam 30 tahun waktu produktif, feed media sosial rekan
seangkatan yang bikin insecure karena kok mereka kaya-kaya dan cantik-cantik
dan pintar-pintar dan asertif, belum termasuk keharusan memenuhi ekspektasi
keluarga dan keluarga besar, serta inner child yang belum benar-benar sembuh.
Dengan
beban sebegitu berat di pundak, hubungan romantis dengan komitmen hanya akan
terasa seperti beban tambahan. Sementara kita butuh dukungan emosional, afeksi,
perhatian-perhatian kecil, bahu untuk sesekali bersandar, tangan untuk sesekali
digenggam, juga telinga untuk mendengarkan bercerita. And the butterflies in
our stomach feels exciting, doesn’t it?
What’s So Bad about Situationship, Anyway?
Situationship
mendapat kesan buruk karena kita belum terbiasa melihat hubungan tanpa
komitmen. Para pelaku situationship seringkali dianggap brengsek karena nggak
mau terikat atau meresmikan hubungan. Padahal kan kalau salah satu pihak ingin
hubungan resmi tinggal bilang. Jika pihak lain nggak ingin ya tinggalkan. Semudah
itu kok, teorinya (PS: saya sadar betul praktiknya nggak semudah itu. Urusan perasaan
manusia sering rumit).
Terjebak
dalam situationship seringkali membuat kita merasa nggak berdaya karena rasanya
kita nggak punya kendali dalam hubungan tersebut. Kita nggak yakin apakah kita
boleh merasa cemburu, atau kangen, atau mengatakan “kabari nyampe rumah ya” sepulang
kencan. Kita ragu menanyakan “kita ini apa” karena nggak siap mendengar jawabannya.
Jika
kita menyukai ikatan seperti layaknya traditional dating (PDKT kemudian berpacaran
untuk menikah), situationship jelas bukan ide bagus. Alih-alih, kita justru
akan merasa direndahkan karena seperti ‘digantung’.
Situationship
umumnya melibatkan berbagai skinship. Hal ini tentu bukan untuk semua orang. Salah-salah
kita bisa menilai rendah harga diri saat ‘disentuh’ tanpa komitmen jelas. Nantiya
akan berpengaruh pada self esteem juga.
Kemudian
jika dia akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan sepihak, kita akan merasa bingung
saat sedih karena kehilangan seseorang yang bahkan bukan milik kita.
Signs You’re in Situationship
Sebetulnya
mudah sekali menebak apakah kamu sedang berada dalam situationship atau nggak. Kalau
kamu selalu bertanya-tanya “kita ini apa” selama bersama dia, kemungkinan besar
you’re in situationship. Boleh juga cari beberapa tanda berikut:
1.
Dia
selalu menghindar ketika kamu mulai membicarakan perasaan atau status hubungan
kalian.
2.
Dia
selalu punya alasan menolak ketika kamu mengajaknya nge-date beneran.
3.
Dan
dia nggak berusaha reschedule ajakanmu di hari lain.
4.
Dia
nggak mau pergi ke keramaian karena takut ada yang mengenalinya sedang berdua
denganmu yang bukan partner official-nya.
5.
Kalian
nggak pernah membicarakan masa depan. Kalian tahu pasti jika hubungan kalian hanya
sementara.
6.
Dia
bilang dia suka badanmu, dia suka aroma tubuhmu, dia suka sikapmu, tapi nggak
pernah bilang dia suka kamu.
7.
Kamu
tahu dia belum selesai dengan partner official-nya.
8.
Dia
butuh satu minggu untuk menjawab pesanmu (nggak seminggu utuh juga sih,
pokoknya lama sekali lebih dari sehari).
9.
Kamu
nggak pernah diperkenalkan dengan teman-teman dan keluarganya (dan kemungkinan
nggak akan pernah).
10.
Dia
nggak berbagi rahasia kepadamu.
11.
Kamu
nggak yakin pada sikapnya, tapi kamu selalu feel loved saat kalian berdua.
12.
Percakapan
kalian seringnya berbau ‘dirty’.
Situationship Could Be Beautiful Too
Saat
ini, saya sungguh menyukai relasi tanpa definisi seperti ini. Lagipula kita
manusia dengan perasaan yang masing-masing unik. Cara kita memproses apa yang
diinginkan hati masing-masing juga belum tentu sama. Kenapa hubungan harus
dimasukkan ke dalam kategori-kategori?
Kita
saling suka dan menikmati apapun yang sedang kita lakukan. Orang lain nggak
perlu mengerti alasannya. Kita pun nggak berutang penjelasan pada mereka.
Sebagaimana
bentuk hubungan lain, kita perlu set boundaries saat kita menjalani relasi tak
terdefinisi ini. Misalnya, sepakat untuk nggak saling menghubungi pada Sabtu
malam, atau sepakat untuk nggak membicarakan perasaan.
Lantas,
bagaimana caranya meminimalkan hal-hal yang membingungkan? Saran saya sih tanya
langsung aja. Misalnya, apakah boleh merasa cemburu, apakah boleh bilang kalau
merasa cemburu, apakah boleh memanggil dengan panggilan sayang, apakah boleh berkeluh-kesah
mengenai hal personal, dsb. Intinya dikomunikasikan.
No comments
Halo, terimakasih sudah mampir di JurnalSaya. Satu komentar Anda sangat berarti bagi saya.
Semua komentar dimoderasi ya. Komentar yang berisi pesan pribadi akan saya anggap spam.
Oiya, tolong jangan tinggalkan link hidup di badan komentar. Kisskiss