Nggak
jadi nulis soal a broken home becomes
another broken family. Nanti aja deh kapan-kapan. Saya lagi kepikiran soal
ini : pre-marriage talks. Dulu
sebelum memutuskan menikah saya nggak tahu omongan semacam ini penting. I was young, so naive, and kinda hopeless romantic. Saya kira love can solve
every problems. Like, everything. Padahal saya nggak secinta itu juga sih.
Hahaha ...
Baca : Life As Divorcee #2
Jadi,
pre-marriage talks itu apa ? Bukan
soal konsep resepsi pakai adat apa, di gedung mana, pakai baju rancangan siapa,
MUA-nya siapa loh ya. Pre-marriage talks
itu deep conversation antara kamu dan partner, tentang banyak hal : prinsip,
impian, pandangan soal hidup, visi, dan sebangsanya. Harusnya buat saya nggak
masalah. Saya selalu suka deep
conversation. Well, tergantung
yang diajak ngomong juga.
Nah,
itu loh. Seseorang yang kamu nikahi harusnya seseorang yang dengan dia kamu
nyaman ngomongin apapun. Kamu kan nggak berencana nikah cuma untuk setahun dua
tahun. Bayangin deh, seumur hidup bareng seseorang yang mau ngomong aja kamu
mesti mikir sejuta kali. Nyaman nggak ? Kalau kata anak Beautiesquad kemarin,
yang penting nyaman dulu, kalau udah nyaman biasanya langgeng.
Baca : Jika Dia Abusif
Mari
kita breakdown apa-apa aja yang perlu
didiskusikan pada pre-marriage talks.
PS
: I wish I read this before I said yes
years ago. Really.
Soal Hidup dan Prinsip
Ini
paling penting. Orang bilang perbedaan akan bikin kalian saling melengkapi.
Hahaha (ini saya ketawa sinis). Oh iya bener saling melengkapi kalau
perbedaannya bukan di hal-hal prinsipil. Beda makanan favorit, beda selera
genre film, beda buku bacaan, beda cara menghabiskan me-time, beda pilihan karir. Selama saling menghargai pilihan
masing-masing nggak akan ada masalah. Selama memandang hidup dengan cara yang
sama dan punya prinsip senada akan baik-baik saja.
Yang
jadi problem, kalau kamu dan your SO
berbeda di hal-hal prinsipil. Contoh kasus :
- Kalian sama-sama muslim, tapi kamu moderat masih pakai celana panjang suka pakai make up suka travelling solo. Sedangkan your SO lebih saklek, menganggap perempuan nggak pantes pakai celana, haram pakai make up, dan travelling sendirian itu big no. Yakin deh, kalau nggak punya stok ngalah ekstra pasti banyak berantemnya.
- Kamu suka kebebasan, tapi partner kamu posesif. Buat kamu privacy tetap penting, sedangkan menurut dia privacy berarti ada yang ditutup-tutupi. Kalau ini sih berarti ada yang salah dengan partner kamu.
- Kamu feminis, menurut kamu perempuan dan laki-laki itu setara termasuk dalam hubungan pernikahan. Jadi kamu ingin tetap punya karir, punya kebebasan berpendapat, dan ikut andil dalam membuat keputusan. Sayangnya partner kamu (dan biasanya keluarga besarnya juga) tipikal orang kuno yang patriarki banget, menganggap perempuan adalah makhluk kelas dua yang harus taat tanpa syarat pada suami. Serius deh, kalau gini kasusnya mending kalian nggak usah nikah.
- Dan lain-lain.
Visi dan Impian
Masih
nyambung sama soal hidup dan lain lain. Selalu ingat ini : you deserve partner yang bisa mengimbangi kamu. Coba tanya SO kamu,
apa rencananya lima tahun ke depan. Analisis jawabannya, sesuai nggak dengan
harapan kamu. Bagus kalau jawabannya kedengaran yakin dan realistis. Kalau kebalikannya
? Kalau malah dia nggak punya jawaban apa-apa gimana ?
Baca : Dear High Quality Single Ladies
Kamu
yang punya ambisi, cita-cita, impian tralala, hidup serba cepat, apa mau settle down pada orang yang bahkan nggak punya visi, yang moto hidupnya “jalani
saja ikutin takdir”?
Oh,
mungkin kamu akan berpikir kalau dia yang nggak punya visi itu akan membuat
kamu lebih kalem. Nggak masalah your SO nggak mengimbangi kamu yang penting
selalu support. Ehm, gimana ya
bilangnya ? Kalau cuma nggak punya ambisi besar sih nggak apa-apa, tapi kalau
nggak punya visi atau rencana sama sekali ? Yakin nih, nanti kamu nggak akan
merasa jengkel hidup sama orang yang santai sementara kamu sibuk mengejar
apapun yang sedang kamu kejar ?
Soal Anak
Ini
penting banget juga ya ampun. Dan saya dengan begonya nggak pernah ngomongin
apapun soal ini. Saya nggak suka anak-anak dari dulu, dan nggak pernah bisa
bayangin suatu hari akan dipanggil mama oleh seorang balita yang hobi nomer
satunya ngerusuh. Tapi saya punya anak juga suatu hari lalu, yang mau nggak mau
harus saya suka.
Baca : I Love My Daughter, But Not That Much
Beneran
deh, masalah anak ini bisa rumit banget. Misalnya, kamu nggak pengen punya anak
tapi keluarga dia mewajibkan menantu harus bisa menghasilkan minimal 3 penerus
nama keluarga. Atau, kamunya mau punya anak sedangkan dia ogah. Atau, kalian
selow punya anak berbagai gender dan sayangnya para kakek dan nenek ingin cucu
gender tertentu.
Masih
soal anak juga, kamu dan partner perlu banget diskusi soal hal yang kelihatan
sepele tapi penting : siapa yang nanti mengasuh si anak. Jangan bilang “ya
kedua orang tuanya”. Teorinya gitu, tapi pada praktiknya nanti ... Bayangin
deh, kamu kerja, dia kerja, kamu butuh me-time,
dia juga butuh me-time, kalian berdua
butuh us-time. Terus si anak gimana ?
Mau pakai nanny atau masukin daycare, kalau nanny perlu disupervisi nggak ? Siapa yang mengawasi ? Mama kamu
atau mama dia atau siapa ? Kalau kamu harus resign
demi ngurus anak gimana, rela atau nggak ? Atau dia aja yang resign ?
Kemudian,
gimana nanti pola asuhnya ? Disiplin parah atau demokratis atau liberal aja
sekalian. Mau billingual atau
trilingual atau bahasa isyarat. Nanti sekolah mau dimasukin pesantren atau
sekolah Internasional atau homeschooling
atau sekolah negeri. Nanti udah gede gimana kalian mau mendukung passionnya, gimana kalau malah nggak
punya passion. Etc etc.
Money Talks
Isi
diskusinya : gaji per bulan, penghasilan tahunan, jumlah cicilan, punya
tanggungan atau nggak, punya investasi apa aja, lebih suka travelling atau nabung, lebih suka makan enak atau sering beli
sepatu, dan sebangsanya. Oh iya, termasuk merencanakan biaya pernikahan dan
kemungkinan membuat perjanjian pisah harta.
Sex Stuffs
Well,
topik ini rasanya agak tabu bagi sebagian besar pasangan Indonesia. Apalagi kalau
kamu dan partner sama-sama orang yang besar di lingkungan religius. Agak aneh
memang kalau kamu yang berjilbab dan partner kamu yang pakai baju koko
ngomongin soal ini. Ya jangan ngomongin yang terlalu detail juga.
Intinya
cuma supaya ngerti preferensi masing-masing. Apa kamu dan partner tipe
konservatif atau adventurous, aktif
atau pasif, dominan atau submisif. Bukan apa-apa, kalau kalian berdua sama-sama
pasif dan lebih suka jadi submisif kan nggak kompatibel.
PS
lagi : saya nggak bilang kalau pre-marriage
talks menjamin pernikahan kalian akan langgeng. Tapi setidaknya, kalian
akan lebih ngerti satu sama lain. Kamu dan partner kan hidup di dunia nyata, bukan
seperti Sigi dan Timur yang saling mengerti walaupun nggak bilang apa-apa. Jadi,
komunikasi itu penting.
Baca : Sophismata
Oh
iya, satu lagi. Perhatikan juga gimana partner kamu selama berdiskusi. You’ll see if he’s the right one or not.
Jadi,
ada yang berencana menikah sebentar lagi ?
Kiss kiss
Setuju banget kalau semua topik di atas perlu dibicarakan sebelum menikah. Soal detil pertanyaan mungkin tiap pasangan beda2 ya karena kondisinya kan bisa beda2.
ReplyDeleteOya ada 1 lagi topik yg jg aku sempatin bahas dulu sblm menikah, yaitu ttg perceraian.
Bukan utk merencanakan perceraian ya. Tp justru utk ngecek apakah sdh sama2 tau apa aja yg bisa bikin bercerai. Trus diliat dr kondisi awal kita yg mau menikah, kira2 titik mana aja yg bisa bikin bercerai. Trus apa solusi utk menghindarinya. Bahkan jika akhirnya kita sampai pd persimpangan pilihan mau cerai atau lanjut, apa yg akan kita lakukan. Bgmn kita akan memperlakukan mantan kita. Alhamdulillah, dg antisipasi di awal, walau sdh bbrp di titik kritis akhirnya kami masih survive sampai sekarang
ah, iya mbak. penting juga itu. makasih ya sharingnya :)
Deletekak virly aku padamu, ini bener-bener buka wawasan aku sih dan bikin yakin "nikah muda itu bukan segalanya" #BrbNgedraft
ReplyDeletewww.khhrnisa.com
Suka gemes liat cewek cewek yang kebelet nikah. Duh yaa belum ngrasain, nikah kan pintu gerbang ke 1001 masalah lol tapi jangan takut nikah juga sih hehe
DeleteSalam kenal
true. nggak usah buru-buru pengen nikah.
DeleteWalaupun masih jauhhhhhhhhhh banget buat aku, aku ttp baca ini. Suka ama topik life gini XD.
ReplyDeletePemikiran kakak bener2 pemikiran cewe modern independen! Bukan tipe cewe ababil yang gak berpikiran panjang. Tipe cewe kuat independen ginilah yang akan dikatai "sok", "sok jual mahal", you named it. Padahal we deserve a high quality men that capable for us
www.maryangline.com
harus tebel kuping yakk dikatain sok segala macem, hahaha
DeleteBahagia menemukan tulisan ini karena insya allah tahun depan mau merit dan bodohnya belakangan ini hanya membicarakan soal nanti wedding day mau gimana endebre - endebre. Terima kasih kak! Ku senang banget dapet insight baru dan sepertinya langsung mau ajak calon suami duduk berdua untuk ngomongin ini semua. Penting!
ReplyDeletewaahhh congratz kak putri,, bahagia juga deh tulisanku berguna
DeleteAku dulu bikin tulisan mbak tentang semua itu lalu visiku gmn, mimpiku apa, anakku nantinya gmn dll begitu jg suamiku aku suruh bikin dan sampai skrg kalo ada apa2 aku suka liat apa yg kami tuliskan itu... Cukup membantu mengingat mimpi2 yg sebelum nikah mau dicapai jg setelah nikah.
ReplyDeleteSayang aku bacanya abis nikah lol.. Hahaha iya penting banget ngomongin hal itu sebelum nikah. Akhir akhir ini banyak 'pertanyaan' tapi baik buruknya keadaan memang tergantung gimana cara pandang kita juga 😊
ReplyDeleteHai mbak Virly. Setuju banget sama bahasannya. And yes i did it sebelum nikah sama suamik.
ReplyDeleteBahas tar tinggal sama mertua apa beli rumah sendiri, bahas karir, bahas pengaturan gaji, bahas punya anak berapa siapa yang ngasuh, bahas frekuensi sex, bahas fisik setelah melahirkan, bahas poligami, bahkan bahas "seandainya aku ga bisa punya anak apa yang kita lakukan"
Aaak gitu aja masih sering ribut koq, ya namanya 2 kepala pasti ga selalu sejalan.
Salam kenal ��
Nah! Aku lebih suka ngobrolin pre-marriage dengan bahasan kayak gini daripada nulis caption foto di instagram siap dihalalin dan sebangsanya. Aduh curhat.
ReplyDeletewah, dapet ide dari mana nih mak Vir? Topik yang jarang ditulis, tapi penting. Jadi inget, aku dulu ngobrolnya by phone tiap malem, secara ketemuan sebelum akad, cuma dua kali.
ReplyDeleteBut, Islam is the best dengan mambuat aturan pacaran setelah nikah, semuanya surprise, tapi jadikan hal prinsipil td sbg landasan. Nice sharing :)
selalu! bahasa-nya asyik mak! bahasan-nya juga kece.
ReplyDeletepenting banget itu mak. jadi sebetulnya penataran di KUA tuh ada benarnya juga. walau pertanyaannya kadang bikin gemes karena klise tapi ada juga yg bikin diskusi berlanjut di dua calon manten.
Kenapa gak dishare dr 2tahun yg lalu sih kak. 😣 Kerasanya sekarang nikah diburu-buru tanpa memikirkan matang-matang segalanya jadi baru kerasanya sekarang :/
ReplyDeleteTopik ini penting banget mba Vir... kami melalukan pre talk ini.
ReplyDeleteMenyatukan misi dan visi.
Menimbang2 kecocokan tujuan.
Meski kami berbeda nyaris di segala hal... namun untuk hal yg prinsipil kami sama.
Berantem?
Ya tetep adalaaaah...
So far lebih dari 20 th kami masih bersama
aku pernah ngomongin pre marriage talks dulu, cuman yaa enggak lengkap banget.. cuma sebatas impian-impian yang makin ke sini kok... ah ya gitu dech :)
ReplyDeletefeminis dan patriarkis, oh nooooooo
ReplyDeletedari tulisannya mak prita, aku langsung kemari, well ... pre-marriage-talks cocok juga buat menjadi bacaan tambahan bagi yg sudah menikah dan sedang me-review rumtang-nya :)
Fix banget bintangin blogpost ini, ntar kalo babang lamar langsung buka ini dan bahas bersama wkwk
ReplyDeleteHeyyyyyjudeeeee.wordpress.com
Hahahaha aku bacanya sambil inget diri sendiri mbak. Bener sih banyak yang harus dibicarain sebelum pernikahan. Dan, aku sedang tidak bisa melakukan itu. Karena dia terlalu menganggap semua beres dan kita akan melaluinya nanti. Aku masih nggak tau sih jodoh apa nggak.
ReplyDeleteHalo Mbak, terima kasih ya sudah nulis info yang bermanfaat. Your post is super helpful & awesome! Yang mau aku tanya, kapan sih kira2 saat yang tepat untuk melakukan pembicaraan semacam ini? Apakah perlu seperti meluangkan satu sesi atau periode tertentu untuk khusus membicarakan hal ini? Aku saat ini udah menjalin hubungan pacaran lebih dari 3 thn dan aku sama pasangan udh ada di usia early 20s. Jujur pengen banget ngobrolin hal ini sama pacar, tapi belum pernah ada pembicaraan mendalam tentang hal ini meskipun selintas2 suka dibicarakan juga dalam obrolan selama masa pacaran. Aku khawatir juga terlalu dini buat ngomongin hal kayak gini sehingga penerimaannya malah negatif atau dikira nuntut minta dikawinin buru-buru. Tapi, kalo nggak segera diomongin takutnya malah terlambat. Jadi dilema deh, haha. Kalau ada saran, boleh ya, Mbak, dishare. Thanks in advance, Mbak :)
ReplyDeletenggak ada waktu yang bener-bener tepat sih, setiap pasangan pasti beda situasinya. idealnya sih setelah kamu tahu hubungan kalian ini serius, tapi sebelum dia propose. kalau setelah dia propose pakai surprise romantis terus kamu bilang ya, baru kemudian hari kalian bahas ini ternyata banyak nggak cocoknya kan sayang acara romantisnya :)
Delete